I call him "Mbah"
Oct. 30th, 2016 02:04 amaku medongakkan wajahku ke langit pagi yang cerah. awan - awan membentuk menyerupai kembang gula yang kumakan kemarin bersama temanku di sebuah restoran jepang. aku masih ingat rasa manis yang tidak terlalu manis melekat meleleh di dalam mulutku. seperti es krim tapi terasa kesat. aku menyusuri jalan yang kurasa pernah aku lewati. dejavu, tapi kapan dan dengan siapa? aku tidak ingat.
sepanjang menyusuri jalan itu, aku semakin berusaha untuk mengingat kapan itu terjadi. kupejamkan mataku sejenak, berhenti dari langkahku. mencoba mengingat apa yang ingin dan harus kuingat saat ini. di dalam ingatanku aku melihat tangan yang mencoba meraihku, menggenggamku, yang sangat ingin melindungiku hingga aku tak dapat jauh dari sisinya. aku dapat merasakan telapak tangannya yang terasa hangat, juga keriput. siapa pemilik tangan keriput berkerut - kerut itu? aku masih sulit menerawang lebih jauh lagi. aku membuka mataku. melihat ke sekelilingku. sepi memang. tapi kurasa dulu ramai. dulu kapan? aarrgghhh kenapa otak bodohku ini sangat mudah melupakan memori? juga sangat sulit menemukan memori itu? sial!
aku mencoba berjalan mengitari jalan itu. kuharap ada satu tempat atau apapun itu yang dapat mengingatkan waktu dimana aku dan orang-dengan-tangan-keriput itu menghabiskan waktu bersama di sepanjang jalan ini.
sejauh aku melangkah tidak ada yang dapat kutemukan. sudah tumbuh banyak benalu dan semak - semak yang tidak tertata bentuknya. jalan ini seperti kota runtuh yang mati setelah di lempari bom. atau petasan yang suka anak - anak mainkan. dan aku, sangat takut dengan jenis - jenis petasan. alasannya hanya dua, takut ledakan dan asapnya. aku tahu diri kalau aku benar - benar pengidap asma.
ah,,, sepertinya aku melihat sesuatu. seperti kedai, atau lebih kecil lagi, seperti warung. warung itu seperti tidak asing bagiku. bukankah minuman yang dijual itu es teh? dan makanannya berupa gorengan dan mie ayam? tepat sekali aku dapat mengingat itu!
aku mencoba masuk ke dalam warung itu. sepi. hanya ada satu orang yang duduk di sudut halaman warung itu sambil menyeruput es teh dan mengutak - atik handphone-nya. penjualnya belum terllhat. tapi aku dapat mendengar suara air mengalir dari keran dari dalam rumahnya.
"permisi!" kataku mencoba memanggil ibu penjual warung itu.
"oh iya, sebentar!" balasnya segera.
ibu itu datang dengan beberapa gelas di atas nampan. jalannya pelan. wajahnya keriput dan badannya agak sedikit bungkuk. aku ingat ibu ini, dia yang selalu melayaniku ketika aku butuh es teh karena panas yang menyambar sepanjang jalan.
"eh... eneng. apa kabarnya? kemana aja baru main lagi kesini?" tanya ibu itu tiba - tiba ketika melihatku berdiri di depan meja dagangannya.
aku masih bingung. rasanya tidak adil ketika hanya aku yang tidak dapat mengingat kejadian itu. ibu ini bahkan dapat mengingatku dengan sangat jelas. lalu kenapa aku tidak bisa?
"ibu masih ingat saya?" tanyaku tanpa menjawab pertanyaan - pertanyaan yang telah terlontar.
"yaiyalaaah.. masa ibu lupa sama pelanggan setia ibu dari zaman SD. dulu kamu kan sering jajan disini. namanya siapa...? haduh ibu lupa kalo nama mah" jawabnya polos.
"saya Nana, bu. iya seinget saya, saya sering jajan es teh disini, bu. tapi saya lupa sama siapa. ini saya lagi coba - coba inget."
"yaudah nanti kita ngobrol deh disono" kata ibu itu menunjuk ke arah bangku panjang dekat pintu. aku ingat bangku itu yang selalu menjadi tempat ku duduk - duduk minum es teh dulu. posisinya tidak berubah, hanya warna cat nya saja yang berubah.
"eneng mau minum es teh?" tanya ibu itu membuyarkan lamunanku barusan.
aku mengangguk. aku sangat ingin bernostalgia saat ini. kenangan yang seharusnya tak kulupakan begitu saja. "oh iya, sama gorengannya ya bu"
aku berjalan ke arah bangku panjang. duduk menghadap ke arah pot tanaman bunga warna - warni. seingatku, pot - pot tanaman ini hanya berisi pohon cabai yang sering kupetik untuk main masak - masakan bersama teman - temanku.
tak lama, ibu itu datang dengan segelas es teh dan sepiring gorengan. kuharap rasanya tak berbeda dengan dulu. ia ikut duduk di sebelahku, memandang ke arah pot bunga warna - warninya itu.
"dulu sering main masak - masakan yaa neng sama temen - temen? ibu sampe marah - marah sama eneng sama temen - temen eneng gara - gara cabe ibu di petikin terus. hehe..."
"iya ya bu? maafin ya bu kalo dulu saya bandel. namanya juga anak - anak. hehe..."
"iya ga apa - apa neng. ibu maklumin kalo anak - anak mah"
"dulu itu jaman saya sekolah apa sih bu?" tanya ku akhirnya.
"sekolah SD lah neng. dulu kan masih pake seragam putih merah. wong masih main masak - masakan kok"
wajahku jadi memerah ketika dia bicara masalah seragam dan masak - masakan. dulu itu masak - masakan adalah mainan yang sangat populer di kalangan anak - anak seusiaku. berbeda dengan anak - anak zaman sekarang yang mainannya ada di dalam smartphone nya masing - masing. aku merasa beruntung bisa mengalami masa yang sederhana namun menyenangkan.
"hahaha... iya ya, bu. saya jadi malu kalo inget zaman SD. saya bandel banget pasti hehe..."
"tapi sekarang kan eneng udah gede, udah cantik. udah pinter dandan ya, neng." canda ibu itu lagi. ibu ini memang tidak berubah. dari dulu selalu terlihat senyum riangnya.
"ibu bisa aja hehe..."
"dulu mah eneng main mulu kesini. jajan mulu sama temen - temennya. ibu inget banget eneng yang paling tinggi diantara temen - temen eneng yang lain. dulu mah masih pada lugu - lugu. sekarang udah pada cantik semua kali ya, neng?"
"iya, bu. pasti udah pada cantik - cantik dan ganteng - ganteng semua. selain sama temen - temen, saya sering kesini sama siapa ya, bu?" tanyaku makin mendalam. kini saatnya memecahkan misteri.
"dulu... sama... mbah nya tuuuh... yang suka naik sepeda, kan? eneng suka di jemput naik sepeda. dulu mbah mah gagah banget neng. kalo kehausan kan jajan disini, neng"
mendengar jawaban ibu itu barusan, aku seperti lunglai kehilangan tenaga. aku merasa amat sangat bersalah telah melupakan sosok yang sangat aku banggakan selama ini. yang selalu kupanggil "mbah". kakekku, yang dulu sangat setia mengantar dan menjemputku sekolah. dan tangan keriput itu coba kuingat kembali. kupejamkan kembali mataku hingga aku dapat benar - benar melihat wajahnya, senyumnya, peluhnya ketika aku ada di dekatnya.
ya, benar. orang yang seharian ini ku tebak -tebak ternyata adalah mbahku. aku ingat ketika tangannya meraihku, menggenggamku erat. ketika ia membawakan tasku karena aku merengek berat dan panas. ketika ia memboncengku naik sepeda onthelnya, mengajariku sampai aku bisa membawanya sendiri ketika aku mulai masuk ke kelas 4 SD. ketika ia menggendongku di belakang punggungnya disaat aku merasa lelah berjalan. dialah sosok yang kurindukan selama ini. aku bahkan belum sempat membalas kebaikannya sampai saat ini. yang takkan terhitung nilainya.
bulir - bulir air mata menetes membasahi wajahku. ingin sekali lagi aku mengingat bagaimana mbah menggenggamku erat. menopang tubuhku yang besar ke belakang punggungnya. menuntunku ketika kami berjalan bersama. mengajakku untuk jajan di warung ini sepulang sekolah. dan aku tidak bisa menolak itu semua. segalanya.
kini bagaimana kenangan itu akan terus ada. bagaimana aku tidak seharusnya melupakan kasih sayangnya. aku harus berterima kasih atas apa yang telah Tuhan atur sedemikian rupa hingga aku memiliki kenangan berharga bersama orang yang kusayangi. yang kusebut dengan sebutan "mbah"
~~~
*cerita ini aku dedikasikan untuk kakekku tersayang
sepanjang menyusuri jalan itu, aku semakin berusaha untuk mengingat kapan itu terjadi. kupejamkan mataku sejenak, berhenti dari langkahku. mencoba mengingat apa yang ingin dan harus kuingat saat ini. di dalam ingatanku aku melihat tangan yang mencoba meraihku, menggenggamku, yang sangat ingin melindungiku hingga aku tak dapat jauh dari sisinya. aku dapat merasakan telapak tangannya yang terasa hangat, juga keriput. siapa pemilik tangan keriput berkerut - kerut itu? aku masih sulit menerawang lebih jauh lagi. aku membuka mataku. melihat ke sekelilingku. sepi memang. tapi kurasa dulu ramai. dulu kapan? aarrgghhh kenapa otak bodohku ini sangat mudah melupakan memori? juga sangat sulit menemukan memori itu? sial!
aku mencoba berjalan mengitari jalan itu. kuharap ada satu tempat atau apapun itu yang dapat mengingatkan waktu dimana aku dan orang-dengan-tangan-keriput itu menghabiskan waktu bersama di sepanjang jalan ini.
sejauh aku melangkah tidak ada yang dapat kutemukan. sudah tumbuh banyak benalu dan semak - semak yang tidak tertata bentuknya. jalan ini seperti kota runtuh yang mati setelah di lempari bom. atau petasan yang suka anak - anak mainkan. dan aku, sangat takut dengan jenis - jenis petasan. alasannya hanya dua, takut ledakan dan asapnya. aku tahu diri kalau aku benar - benar pengidap asma.
ah,,, sepertinya aku melihat sesuatu. seperti kedai, atau lebih kecil lagi, seperti warung. warung itu seperti tidak asing bagiku. bukankah minuman yang dijual itu es teh? dan makanannya berupa gorengan dan mie ayam? tepat sekali aku dapat mengingat itu!
aku mencoba masuk ke dalam warung itu. sepi. hanya ada satu orang yang duduk di sudut halaman warung itu sambil menyeruput es teh dan mengutak - atik handphone-nya. penjualnya belum terllhat. tapi aku dapat mendengar suara air mengalir dari keran dari dalam rumahnya.
"permisi!" kataku mencoba memanggil ibu penjual warung itu.
"oh iya, sebentar!" balasnya segera.
ibu itu datang dengan beberapa gelas di atas nampan. jalannya pelan. wajahnya keriput dan badannya agak sedikit bungkuk. aku ingat ibu ini, dia yang selalu melayaniku ketika aku butuh es teh karena panas yang menyambar sepanjang jalan.
"eh... eneng. apa kabarnya? kemana aja baru main lagi kesini?" tanya ibu itu tiba - tiba ketika melihatku berdiri di depan meja dagangannya.
aku masih bingung. rasanya tidak adil ketika hanya aku yang tidak dapat mengingat kejadian itu. ibu ini bahkan dapat mengingatku dengan sangat jelas. lalu kenapa aku tidak bisa?
"ibu masih ingat saya?" tanyaku tanpa menjawab pertanyaan - pertanyaan yang telah terlontar.
"yaiyalaaah.. masa ibu lupa sama pelanggan setia ibu dari zaman SD. dulu kamu kan sering jajan disini. namanya siapa...? haduh ibu lupa kalo nama mah" jawabnya polos.
"saya Nana, bu. iya seinget saya, saya sering jajan es teh disini, bu. tapi saya lupa sama siapa. ini saya lagi coba - coba inget."
"yaudah nanti kita ngobrol deh disono" kata ibu itu menunjuk ke arah bangku panjang dekat pintu. aku ingat bangku itu yang selalu menjadi tempat ku duduk - duduk minum es teh dulu. posisinya tidak berubah, hanya warna cat nya saja yang berubah.
"eneng mau minum es teh?" tanya ibu itu membuyarkan lamunanku barusan.
aku mengangguk. aku sangat ingin bernostalgia saat ini. kenangan yang seharusnya tak kulupakan begitu saja. "oh iya, sama gorengannya ya bu"
aku berjalan ke arah bangku panjang. duduk menghadap ke arah pot tanaman bunga warna - warni. seingatku, pot - pot tanaman ini hanya berisi pohon cabai yang sering kupetik untuk main masak - masakan bersama teman - temanku.
tak lama, ibu itu datang dengan segelas es teh dan sepiring gorengan. kuharap rasanya tak berbeda dengan dulu. ia ikut duduk di sebelahku, memandang ke arah pot bunga warna - warninya itu.
"dulu sering main masak - masakan yaa neng sama temen - temen? ibu sampe marah - marah sama eneng sama temen - temen eneng gara - gara cabe ibu di petikin terus. hehe..."
"iya ya bu? maafin ya bu kalo dulu saya bandel. namanya juga anak - anak. hehe..."
"iya ga apa - apa neng. ibu maklumin kalo anak - anak mah"
"dulu itu jaman saya sekolah apa sih bu?" tanya ku akhirnya.
"sekolah SD lah neng. dulu kan masih pake seragam putih merah. wong masih main masak - masakan kok"
wajahku jadi memerah ketika dia bicara masalah seragam dan masak - masakan. dulu itu masak - masakan adalah mainan yang sangat populer di kalangan anak - anak seusiaku. berbeda dengan anak - anak zaman sekarang yang mainannya ada di dalam smartphone nya masing - masing. aku merasa beruntung bisa mengalami masa yang sederhana namun menyenangkan.
"hahaha... iya ya, bu. saya jadi malu kalo inget zaman SD. saya bandel banget pasti hehe..."
"tapi sekarang kan eneng udah gede, udah cantik. udah pinter dandan ya, neng." canda ibu itu lagi. ibu ini memang tidak berubah. dari dulu selalu terlihat senyum riangnya.
"ibu bisa aja hehe..."
"dulu mah eneng main mulu kesini. jajan mulu sama temen - temennya. ibu inget banget eneng yang paling tinggi diantara temen - temen eneng yang lain. dulu mah masih pada lugu - lugu. sekarang udah pada cantik semua kali ya, neng?"
"iya, bu. pasti udah pada cantik - cantik dan ganteng - ganteng semua. selain sama temen - temen, saya sering kesini sama siapa ya, bu?" tanyaku makin mendalam. kini saatnya memecahkan misteri.
"dulu... sama... mbah nya tuuuh... yang suka naik sepeda, kan? eneng suka di jemput naik sepeda. dulu mbah mah gagah banget neng. kalo kehausan kan jajan disini, neng"
mendengar jawaban ibu itu barusan, aku seperti lunglai kehilangan tenaga. aku merasa amat sangat bersalah telah melupakan sosok yang sangat aku banggakan selama ini. yang selalu kupanggil "mbah". kakekku, yang dulu sangat setia mengantar dan menjemputku sekolah. dan tangan keriput itu coba kuingat kembali. kupejamkan kembali mataku hingga aku dapat benar - benar melihat wajahnya, senyumnya, peluhnya ketika aku ada di dekatnya.
ya, benar. orang yang seharian ini ku tebak -tebak ternyata adalah mbahku. aku ingat ketika tangannya meraihku, menggenggamku erat. ketika ia membawakan tasku karena aku merengek berat dan panas. ketika ia memboncengku naik sepeda onthelnya, mengajariku sampai aku bisa membawanya sendiri ketika aku mulai masuk ke kelas 4 SD. ketika ia menggendongku di belakang punggungnya disaat aku merasa lelah berjalan. dialah sosok yang kurindukan selama ini. aku bahkan belum sempat membalas kebaikannya sampai saat ini. yang takkan terhitung nilainya.
bulir - bulir air mata menetes membasahi wajahku. ingin sekali lagi aku mengingat bagaimana mbah menggenggamku erat. menopang tubuhku yang besar ke belakang punggungnya. menuntunku ketika kami berjalan bersama. mengajakku untuk jajan di warung ini sepulang sekolah. dan aku tidak bisa menolak itu semua. segalanya.
kini bagaimana kenangan itu akan terus ada. bagaimana aku tidak seharusnya melupakan kasih sayangnya. aku harus berterima kasih atas apa yang telah Tuhan atur sedemikian rupa hingga aku memiliki kenangan berharga bersama orang yang kusayangi. yang kusebut dengan sebutan "mbah"
~~~
*cerita ini aku dedikasikan untuk kakekku tersayang